Skip to main content

Tak Mampu Sewa Ambulans Rp 800 Ribu Jenazah Suami Diangkut dengan Pikap


Viral jenazah dibawa dari rumah sakit dengan mobil pick up, bukannya ambulans.

Peristiwa itu terjadi di Buleleng, Bali. Jenazah merupakan bagian dari keluarga kurang mampu asal Banjar Dinas Pasek, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.

Mereka terpaksa membawa jenazah Gede Seni dari RSUD Buleleng ke rumah duka memakai mobil pikap.

Mereka tidak mampu menyewa ambulans rumah sakit sebesar Rp 800 ribu.

Peristiwa langka ini pun viral di media sosial Facebook, Minggu (24/1/2021).

Peristiwa ini pertama diposting oleh akun Facebook Humas (Buleleng Sosial Community) dengan tujuan untuk membuka donasi.

Dalam postingan itu, pemilik akun mengunggah sebuah foto yang menggambarkan jenazah Gede Seni terbaring di belakang mobil pikap, dan hanya ditutupi selimut bermotif garis-garis warna hitam dan putih.

Tampak pula kedua orangtua almarhum duduk di samping jenazah Gede Seni. Foto diambil saat mobil pikap sedang berhenti di perempatan Penarukan, Singaraja. 

Selain foto, pemilik akun juga menjelaskan terkait kondisi keluarga almarhum yang kurang mampu, sehingga terpaksa memulangkan jenazah dari rumah sakit menuju ke rumah duka di Banjar Dinas Pasek menggunakan mobil pikap.

Dijelaskan pula terkait kondisi keluarga yang tidak mampu membayar biaya perawatan, yang jumlahnya mencapai belasan juta.

Melalui postingan tersebut, akun Humas (Buleleng Sosial Community) juga menjelaskan kondisi keluarga almarhum yang kurang mampu, dan masih menunggak biaya perawatan di rumah sakit.

Mereka pun membuka rekening donasi untuk membantu keluarga almarhum Gede Seni melunasi utang biaya perawatan yang jumlahnya mencapai belasan juta rupiah. 

Mobil pinjaman

Dikonfirmasi terkait peristiwa itu, istri almarhum Gede Pasek, Ketut Suryani (35), membenarkan jika jenazah suaminya terpaksa dipulangkan dari RSUD Buleleng menuju ke rumah duka dengan menggunakan mobil pika, pada Sabtu (23/1) pagi.

Tidak ada pilihan lain, sebab pihak keluarga tidak memiliki biaya untuk menyewa mobil ambulans, yang tarifnya mencapai Rp 800 ribu. 

"Yang ngurus jenazah suami saya di rumah sakit hanya mertua. Mereka tidak tahu mau minta bantuan ke siapa. Disamping itu biaya sewa mobil ambulans di RSUD cukup mahal, yaitu Rp 800 ribu. Kami tidak punya uang sebanyak itu,” tutur Suryani saat ditemui di rumah duka, Minggu (24/1).

Akhirnya ada komunitas yang mau membantu mereka, meminjamkan mobil pikapnya untuk mengantar jenazah sang suami ke rumah duka. “Dengan adanya bantuan itu kami sudah sangat bersyukur, jenazah suami saya bisa cepat dibawa pulang ke rumah duka," terangnya.

Selain tak punya biaya untuk menyewa ambulans hingga terpaksa memulangkan jenazah dengan mobil pikap, keluarga almarhum Gede Seni juga tidak mampu membayar biaya perawatan di dua rumah sakit, yang totalnya kurang lebih mencapai Rp 17 juta. 

Berhenti merokok

Menurut Suryani, suaminya mulanya dilarikan ke salah satu rumah sakit swasta yang ada di Buleleng pada Minggu (10/1) dengan keluhan batuk dan lemas. Setibanya di rumah sakit swasta tersebut, Gede Seni didiagnosis mengalami infeksi paru-paru.

Mengingat kondisinya kian melemah, pada Kamis (14/1) Gede Sani dirujuk ke RSUD Buleleng untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif. 

"Sakitnya ini dialami sejak almarhum berhenti merokok, sekitar tujuh bulan yang lalu. Dia berhenti merokok karena baru punya anak. Takut anaknya kena asap rokok. Tapi setelah berhenti merokok itu, dia tiba-tiba sering batuk,” katanya.

Saat menderita batuk-batuk, almarhum tak pernah berobat ke rumah sakit karena keterbatasan dana.

“Saya terlambat memeriksakan dia ke rumah sakit, karena tidak punya uang dan jaminan kesehatan," ungkap Suryani sembari menangis.

Selama dirawat di rumah sakit, Gede Seni hanya ditemani oleh orangtuanya, yakni Cening Kawit (55) dan Nyoman Artawan (60). Sementara Suryani harus mengurus anak pertamanya yang masih berusia tujuh bulan di rumah.

Tiga hari sebelum meninggal, Suryani mengaku sempat menjenguk suaminya di ruang ICU. Kala itu sang suami sempat minta untuk dibawakan ponselnya agar bisa melihat foto-foto anak semata wayangnya.

"Dia minta dibawakan HP, katanya biar bisa liat foto anaknya. Dia sayang sekali dengan anaknya. Tangan saya juga dicium-cium, katanya jangan khawatir dia pasti sembuh. Tapi kondisinya sudah semakin drop, firasat saya sudah buruk. Sampai akhirnya dia meninggal, saya tidak sempat melihat dia lagi," tutur Suryani sembari mengusap air matanya.

Dirumahkan

Suryani menjelaskan, suaminya sebelumnya bekerja di salah satu restoran yang ada di kawasan Kuta. Sementara Suryani bekerja sebagai tenaga terapis di Denpasar.

Namun karena pandemi Covid-19, keduanya terpaksa dirumahkan. Praktis pasutri malang tersebut kehilangan mata pencaharian.

Termasuk dengan jaminan kesehatan, tidak lagi ditanggung oleh perusahaannya.

"Selama dirumahkan kami tidak punya uang. Makanya selama tujuh bulan suami saya sakit, tidak bisa berobat ke dokter. Minta bantuan ke desa biar punya KIS PBI, sudah diproses kok, tapi sayangnya KISnya baru bisa dipakai bulan Februari nanti," jelasnya. 

Atas kondisi ini, Suryani pun berharap agar ada tangan donatur yang bisa membantu meringankan beban untuk membayar utang biaya perawatan sang suami, senilai kurang lebih Rp 17 juta.

Sementara jenazah Gede Seni rencananya akan dikubur di Setra Desa Adat Kubutambahan pada Selasa (26/1) besok. 

"Saya berharap sekali ada warga yang bisa bantu bayar utang di rumah sakit. Saya punya anak kecil, tidak punya uang, saya mohon sekali bantuannya," harapnya.

(*)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar