Kisah Pria Turki Terbang ke Aceh Menjemput Jodoh 'Tidak Ada Wanita Lebih Cantik dari Istri Saya'
Jodoh, rezeki, dan maut adalah ketetapan Allah kepada makhluknya yang bernama manusia.
Seseorang tidak pernah tahu kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana ajal
akan menjemputnya.
Demikian juga halnya, seorang anak manusia tak pernah tahu dengan siapa
ia jatuh hati serta kapan.
Memang, manusia bisa berencana, tapi Allah lah yang menentukannya.
Kisah rahasia jodoh inilah yang dalam sepekan ini ramai disorot para
warganet, yaitu tentang perjuangan seorang pemuda dari Jambi, terbang
seorang diri menjemput jodoh ke Turki.
Nah, ternyata kisah Mutawwali yang terbang hingga 15 jam untuk menjemput
jodohnya Edanur Yildiz di Turki, bukanlah kisah heroik pertama yang
melibatkan dua anak manusia di Indonesia dan Turki.
Kisah hampir serupa juga pernah terjadi di Aceh, lebih dari dua tahun
lalu.
Bedanya, dalam kisah ini, pemuda Turki yang terbang seorang diri ke Aceh
untuk menjemput jodohnya.
Adalah Huseyin Ozturk (28) pemuda berasal dari Denizli, Aegea, Turki,
yang melakoni kisah cinta sejati ini.
Bukan hanya melamar, Huseyin langsung menikahi pujaan hatinya, perempuan
asal Pidie Jaya.
Mereka melangsungkan pernikahan di masjid kebanggaan rakyat Aceh, yakni
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, pada 15 Januari 2019 silam.
Ditemui Serambinews.com di Banda Aceh, Kamis (11/2/2021), Huseyin
bercerita awal mula pertemuannya dengan istri dan sampai mengucapkan,
'tidak ada wanita lebih cantik dari istri saya'.
Bukan hanya itu, ia menyebut 'jika pun nanti hanya ada satu perempuan di
dunia, saya tetap melihat istri saya yang paling cantik."
Huseyin bercerita awal mula ia bertemu dengan istrinya di Malaysia
tepatnya pada akhir tahun 2017.
Setelah pertemuan tersebut, ia dan istri sempat menjalin komunikasi jarak
jauh selama dua tahun.
Komunikasi dua tahun untuk meyakinkan diri dan mengenal lebih dekat satu
sama lain.
Setelah dua tahun menjalin komunikasi jarak jauh, akhirnya ia memilih
terbang ke Aceh untuk menjemput jodoh.
Sampai di Aceh
Perjalanan lebih kurang 15 jam dari Turki ke Aceh ditempuh Huseyin.
Ia pergi seorang diri, karena orang tuanya sudah cukup uzur untuk
menempuh perjalanan jauh, sehingga ia memilih terbang sendirian.
Setelah beberapa saat melakukan perjalanan, ketika dijemput di Bandara
Iskandar Muda Blangbintang, Aceh Besar, ia merasakan sensasi yang sangat
berbeda saat pertama kali mengunjungi Aceh.
Huseyin bercerita, selama melakukan perjalanan keliling dunia, hanya di
Aceh ia merasakan seperti berada di kampung halaman.
Belum pernah ia rasakan, perasaan seperti berada di kampung sendiri,
setelah ia mengunjungi 48 negara.
Setelah 20 hari berada di Aceh dan setelah mengurus semua administrasi,
tepat pada 15 Januari 2019, ia melangsungkan pernikahan dengan seorang
perempuan asal Pidie Jaya.
Perempuan yang kini menjadi istrinya itu bernama Putri Murdhani.
Kehidupan Setelah Menikah
Setelah menikah, Huseyin tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga ia agak
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Enam bulan melangsungkan pernikahan, Huseyin akhirnya bisa berbahasa
Indonesia.
Uniknya, Huseyin belajar bahasa secara otodidak, hingga saat ini ia telah
lancar berbahasa Indonesia, meskipun dialek Turki-nya sulit untuk
dihilangkan.
Ada pengalaman menarik ketika Huseyin bercerita mengenai dirinya belajar
bahasa.
Karena istrinya tipe pencemburu, sehingga ia sering dibercandai oleh
istrinya, ketika ditanya apa nama benda, istrinya menjawab nama benda
lain.
"Istri saya ketika saya tanya ini apa namanya (sambil menunjuk meja)
malah dijawab becak," ceritanya sambil tertawa.
Istri Huseyin berasal dari Pidie Jaya tepatnya di Pante Raja.
Setelah menikah dengan perempuan Aceh itu, ia belum pernah kembali lagi
ke Turki.
Sebutnya sudah 2 tahun 2 bulan ia berada di Aceh dan tidak pernah pulang
ke Turki.
Huseyin mengungkapkan, dirinya banyak belajar bahasa di Cot mesjid,
Lueng Bata, Banda Aceh, ia banyak berinteraksi dengan warga.
Sehingga, enam bulan ia bisa berbahasa Indonesia.
Huseyin bersama istri menetap di Tanjong, Aceh Besar.
Saat ini, Huseyin memiliki usaha kebab, dengan usaha tersebut ia
menghidupi keluarga.
Sebelum pandemi melanda, ia menyebut sempat membuka beberapa cabang
kebab di Banda Aceh.
Namun, karena pandemi, Huseyin menutup semua cabang-cabang kebabnya
seperti di Batoh, Lampineung dan beberapa lokasi lain.
Kini, ia hanya menjajakan kebab di bawah jembatan Pango, tepatnya di
jalan Meunasah Manyang Pagar Air, Kec. Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar,
tidak jauh dari Kantor Harian Serambi Indonesia.
(*)