Skip to main content

Sosok Nenek Maia Estianty, Ternyata Istri Pertama Presiden Soekarno, Ini Kisahnya


Siapa yang tak kenal dengan Ir Soekarno, pria tampan yang pimpin Indonesia pertama kali.

Bahkan kharisma dan ketampanannya sampai digilai oleh wanita.

Sehingga tak heran juga, jika ia memiliki segudang istri.

Hampir di setiap sudut yang ia singgahi, pasti ada hati yang terpaut.

termasuk sosok Siti Oetari Tjokroaminoto, istri pertama Proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno.

Siti Oetari adalah putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam.

Ia merupakan istri pertama Soekarno, Presiden Pertama RI.


Mereka menikah saat Bung Karno tinggal di rumah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto di Surabaya.

Tjokroaminoto adalah pahlawan nasional pemimpin Sarekat Islam yang tak lain adalah ayah Siti Oetari.

Awalnya Soekarno muda menganggap Oetari seperti adiknya,

Namun semuanya berubah setelah istri Tjokroaminoto meninggal.

Kisah perjodohan Bung Karno dan Oetari bermula saat adik Tjokro menemui Bung Karno.

Ia membujuk Bung Karno untuk menikahi Oetari.

Sang paman mengatakan, pernikahan Bung Karno dan Oetari akan mengurangi kesedihan Tjokro setelah istrinya meninggal dunia.

Dalam penuturanya pada Cindy Adams di biografinya Bung Karno bercerita jika ia berhutang budi pada Tjokro.

"Aku berhutang budi kepada Pak Cokro dan...aku mencintai Utari.

Walau hanya sedikit, Bagaimana pun, bila menurutmu aku perlu menikahi Utari guna meringankan beban dari orang yang kupuja itu, itu akan kulakukan," kata Bung Karno.

Bung Karno yang saat itu belum berusia 21 tahun menemui Tjokro untuk mengajukan lamaran.

Tjokro bergembira dan meminta Bung Karno pindah ke kamar yang lebih besar dengan perabot yang lebih banyak.

"Sampai meninggal dia tidak pernah tahu bahwa aku mengusulkan perkawinan ini hanya karena aku menghormatinya dan menaruh kasihan kepadanya," kata Soekarno pada Cindy Adams.

Kawin gantung dan Sukarno yang menolak melepas dasiSoekarno dan Oetari melakukan kawin gantung di tahun 1921.

Soekarno mengatakan mereka kawin gantung karena ia belum berniat hidup sebagai suami istri karena Oetari masih anak-anak.

Saat menikah Oetari berusia 16 tahun. Sedangkan Bung Karno masih menempun studi di Sekolah Tingkatan Lanjut Atas.

"Aku boleh saja dianggap tukang bercinta, tetapi aku bukanlah pembunuh seorang gadis remaja.

Itu sebabnya kami memilih kawin gantung," cerita Soekarno.

Soekarno bercerita ada dua kisah yang menarik di balik pernikahannya dengan Oetari.

Yang pertama. Untuk menghilangkan gugup di hari pernikahannya,

Bung Karno berniat merokok dan mengeluarkan sekotak korek api.

Saat rokok sudah terselip di antara bibir, Bung Karno mengambil satu batang korek api dan menggesekkanya di bagian pinggir.

Ternyata yang terjadi adalah nyala api menyambar batang-batang korek di dalam kotak dan membuat tangan Bung Karno sedikit terbakar.

Peristiwa yang kedua, saat Bung Karno masuk ke dalam masjid dan hendak melakukan proses ijab kabul.

Tiba-tiba penghulu menegur Bung Karno yang mengenal dasi dan mengatakan jika menggunakan dasi bukan kebiasaan orang Islam.

Bung Karno kaget dan membalasnya, "Pak Penghulu, saya menyadari bahwa dulunya mempelai hanya memakai pakaian Bumiputera yaitu sarung.

Tapi ini adalah cara lama. Aturannya sekarang sudah diperbarui."

"Ya!" kata penghulu membentak. "Tetapi pembaharuan itu hanya untuk memakain pantolan dan jas terbuka."

"Adalah kegemaran saya untuk berpakaian rapi dan memakain dasi," tukas Bung Karno.

"Kalau masih terus berkeras kepala untuk berpakaian rapi itu, saya menolak untuk melakukan pernikahan.".

Bung Karno bangkit dari kursi dan berkata keras, "Barangkali lebih baik tidak kita melanjutkan pernikahan ini!"

"Persetan, tuan-tuan semua. Saya pemberontak dan saya akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte orang di hari pernikahan saya."

Suasana kemudian terkendali setelah seorang alim ulama berhasil meredakan ketegangan. Pernikahan Bung Karno dan Oetari pun berjalan lancar.

Pindah ke Bandung

Dunia Bung Karno dan Oetari seperti langit dan bumi. Bung Karno disibukkan dengan aktivitasnya bersama Tjokro dan pendidikannya. Sementara Oetari menikmati masa-masa remajanya.

Pada akhir Juni 1921, Bung Karno berangkat ke Bandung meneruskan pendidikan di Sekolah Tekhnik Tinggi untuk mengejar gelar Insinyur.

Oetari pun iku ke Bandung. Namun hubungan Bung Karno dan Oetari semakin menjauh.

Soekarno mengatakan saat ia sedang berpidato di depan kelompok pemuda di malam hari,

Oetari berkejar-kejaran dengan keponakan perempuan Nyonya Inggit, induk semang Bung Karno di Kota Bandung.

"Kami masing-masing berjalan sendri-sendiri. Dia masih hijau sekali.

Sifat pemalunya berlebihan, sehingga dia hanya bicara seperlunya denganku."

"Kami tidur berdampingan di satu ranjang, tapi secara jasmaniah kami sebatas kakak dan adik," kata Soekarno pada Cindy Adams.

Pernikahan Bung Karno dan Oetari berakhir di tahun 1923.

Setelah enam bulan tinggal di Bandung, Bung Karno kembali ke Surabaya mengantarkan Oetari ke ayahnya, Tjokro.

Mereka pun bercerai. Menurut Bung Karno, Tjokro meghargai keputusanya bercerai dengan Oetari.

Walaupun demikian, hubungan Soekarno dan keluarga Tjokro tetap terjalin baik.

Bung Karno pun kembali ke Bandung untuk meneruskan pendidikan dan menikah dengan Inggit Garnasih.

Sementara itu Oetari kembali menikah tahun 1924. Saat itu, Oetari berusia 19 tahun dan menikah dengan Sigit Bachroensalam.

Dari pernikahan tersebut Oetari memiliki buah hati, seorang putra yang lahir pada 21 September 1939 yang bernama Harjono Sigit Bachroensalam.

Soharjono Sigit Bachroensalam adalah ayah dari artis penyanyi Maia Estianty.

Pernikahan Sigit Bachroensalam dan Ostari berakhir setelah Sigit meninggal dunia, pada tahun 1981.

Ketika itu Oetari berusia 76 tahun. Lima tahun kemudian Oetari meninggal dunia di usia 81 tahun.

(*)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar