Skip to main content

Hidup Dibawah Garis Kemiskinan, Dua Keluarga di Solo Raya Ini Rela Hidup Menyendiri di Tengah Hutan


Hidup dibawah garis kemiskinan, membuat keluarga Kadiyem (70) dan Sutimin (50) rela tinggal menyendiri ditengah hutan milik tanah orang lain.

Pada pertengahan tahun 2020 lalu, Keluarga Sutimin menjadi sorotan karena tinggal di hutan Kethu Lingkungan Salak RT 02 RW 02, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan/ Kabupaten Wonogiri.

Sutimin menempati gubuk reot bersama istrinya bernama Karni (60), dan seorang putranya bernama Supri (30) selama 20 tahun terakhir.

Dari akses jalan milik Perhutani, Sutimin harus menempuh jarak sekitar 500 meter, menyusuri jalan setapak untuk sampai ke rumahnya.

Digubuk berukuran 5 X 10 meter itu, Sutimin dan keluarganya menjalani kehidupannya sehari-hari.

Jangankan barang elektronik yang sering nampak di kebanyakan rumah pada umumnya, rumah milik Sutimin yang berdiri diatas tanah milk Perhutani itu tak ada aliran listrik.

“Dulu pernah dikasih genset, tapi sudah lama rusak,” kata istri Sutimin, Karni, Sabtu (13/6/2020).

Penerangan di rumah yang terbuat dari bambu itu hanya menggunakan lilin.

Nampak, di dalam rumah tersebut ada ruangan yang digunakan sebagai dapur, dan kamar tidur.

Pada bagian belakang rumah, digunakan keluarga Sutimin untuk membuat arang dan sebagai kandang ternak mereka.

“Pendapatan kami dari penjualan arang yang kami jual ke warung-warung dan Hik,” imbuhnya.

Tak ada kamar mandi di rumah yang berada di tengah hutan itu.

Untuk kebutuhan buang air besar dan air kecil, mereka memanfaatkan aliran Sungai Bengawan Solo yang ada di belakang rumah mereka.

“Kalau untuk mandi dan memasak, kami ambil air di Sanggang peninggalan Sunan Giri,” jelasnya.


Dengan kondisi rumah seperti demikian, rumah keluarga Sutimin sangat jauh dari rumah layak huni atau rumah sehat.

Karni mengatakan, untuk menyambung hidup sehari-hari, mereka hanya mengandalkan penjualan arang dan hasil kerja srabutan sang suami dan putranya.

“Hasil penjualan arang tidak pasti, kadang Rp 15 ribu, kadang Rp 20 ribu perhari,” terangnya.

Uang tersebut kemudian mereka gunakan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Bila Karni merasa bosan di rumah, dia mengatakan akan mengunjungi rumah tetangganya terdekat untuk sekedar ngobrol atau melihat TV.

Keluarga Kadiyem di Sragen

Di Kabupaten Sragen, ada satu keluarga yang rela hidup menyendiri di tengah hutan.

Kadiyem (70) bersama anaknya bernama Kadiman (35), tinggal menyendiri di Dukuh Jenar RT 2, Desa Jenar, Kecamatan Jenar.

Tidak mudah untuk menjangkau rumah kedua orang itu, karena harus melewati area layaknya hutan dengan pepohonan-pepohonan besar.

Dari jalan kampung ke rumahnya, harus menjangkau jalur hutan ratusan meter yang tidak jauh dari itu merupakan kawasan perbatasan dengan Ngawi, Jawa Timur.

Kondisinya rumahnya sangat sederhana berukuran 3x3 meter, belum diplester dan masih beralaskan tanah, hingga belum ada kamar mandi.

Di tengah menyendirinya keluarga kecil itu, ternyata ada kisah memilukan karena Kadiman harus menjalani kehidupan sehari-harinya di atas kasur. 

Kadiman mengidap penyakit Hidrosefalus (penumpukan cairan di otak) dilahirkan hingga kini tumbuh dewasa disertai kelumpuhan total.

Namun demikian, ia mengalami kelumpuhan yang tidak diketahui penyebabnya sehingga dia hanya bisa berbaring di kasur.

"Lumpuhnya tidak tahu karena apa," papar Lurah Dukuh Jenar, Suratman saat meninjau bersama Tribunsolo.com, Sabtu (16/1/2021).

Dijelaskannya, Kadiman mengalami lumpuh kurang lebih selama dua tahun terakhir.

"Sebelumnya masih bisa jalan ya tapi tidak seperti orang normal pada umumnya," ungkapnya.

Sejak lahir, Kadiman tidak bisa berjalan secara sempurna.

"Ada cacat bawaan juga," kata Suratman.


Ibunya Gangguan Jiwa
Kondisi Kadiman tambah memprihatinkan karena ibunya yang merawat juga mengalami masalah kejiwaan.

"Bu Kadiyem sudah setahun ini kejiwaannya terganggu," katanya.

Kondisi yang memperihatinkan itu, membuat warga bahu-membahu membantu hingga ada pihak lain dari luar desa memberikan bantuan.

Suratman mengatakan, orang-orang kerap memberi bantuan kepada Kadiman.

"Mulai dari anggota Polsek Jenar sampai tetangga sekitar memberi bantuan berupa makanan dan sembako," kata dia.

Banyaknya pihak yang memberi bantuan karena keluarganya sudah tidak punya penghasilan sama sekali.

"Ayahnya sudah meninggal dunia, sehingga masyarakat di sini tergerak untuk membantu," paparnya.

Bahkan, Kadiman dan ibunya saat ini tinggal di sebuah rumah yang berdiri di lahan tetangganya.

"Rumahnya itu ada di lahan milik Pak Sartono," kata dia.

Suratman menyatakan, mereka sudah tinggal di rumah tersebut sekitar satu tahun.

"Rumah itu pun dibangun dari program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari pemerintah," jelasnya.

Kala disinggung soal bantuan sosial (bansos), lanjutnya, mereka sudah pernah memperoleh bantuan dari pemerintah.

"Ada yang bentuknya sembako dan uang," katanya.

Bahkan, Polsek Jenar pernah memberikan bantuan aliran listrik untuk rumah keluarga Kadiman.

"Betul, kami pernah mengaliri listrik ke rumah satu tahun yang lalu," tutur Kapolsek Jenar, AKP Suparjono

Menurut AKP Suparjono, listrik yang sudah dipasang akhirnya dilepas.

"Karena ibunya sedang depresi sehingga mungkin enggak suka ada lampu," ujarnya. 

(*)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar